About

budaya

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 29 April 2013

POLIGAMI DALAM ISLAM


Sebelum kita memasuki pembahasan yang lebih lanjut, setidaknya kita harus mengerti apa itu poligami. dapat diketahui bahwa Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa yunani, yaitu polus yang berarti banyak dan gomos yang berarti perkawinan. Bila pengertian kata ini di gabungkan, maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih seorang istri dalam waktu yang bersamaan, atau seorang perempuan mempunyai suami lebih dari seorang dalam waktu yang bersamaan, pada dasarnya di sebut poligami. Pengertian poligami, menurut bahasa indonesia, adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan.
Para ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang seorang istri dengan poligini yang berasal dari kata polus berarti banyak dan gune berartio perempuan. Sedangkan bagi seorang istri yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berati banyak dan andros berarti laki-laki.
Jadi, kata yang tepat bagi seorang laki-laki yang mempunyai istri lebih dari seorang dalam waktu yang bersamaan adalah poligini bukan poligami, dalam perkataan sehari-hari yang dimaksud poligami adalah perkawinan seorang laki-laki lebih dari seorang perempuanalam waktu yang bersamaan.

Poligami Dalam Islam
Islam membolehkan poligami dengan jumlah wanita yang terbatas dan tidak mengharuskan umatnya melaksanakan monogami mutlak dengan dengan pengertian seorang laki-laki hanya boleh beristri seorang wanita dalam keadaan dan situasi apapun dan tidak pandang bulu apakah laki-laki itu kaya atau miskin, adil atau tidak lahir secara lahiriah.
Islam, pada dasarnya , menganut sistem monogami dengan memberikan kelonggaran dibolehkannya poligami terbatas. Pada prinsipnya, seorang lelaki hanya memiliki seorang istri dan sebaliknya seorang istri hanya memiliki seorang suami. Tetapi islam tidak menutup diri adanya kecenderungan laki-laki beristri banyak sebagaimana yang sudah berjalan dahulu kala. Poligami dalam islam dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, baik jumlah maksimal maupun persyaratan lain seperti:
1.      Jumlah istri yang boleh dipoligami paling banyak empat orang wanita, seandainya salah satu di antaranya ada yang meninggal atau diceraikan, suami mencari dapat pengganti yang lain asalkan jumlahnya tidak melebihi empat orang pada waktu yang bersamaan (QS 4:3)
2.      Laki-laki itu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya yang menyangkut kepentingan lahir. Sedangakan masalah batin, tentu saja, selamanya manusia tidak mungkin dapat berbuat adil secara hakiki.
Tujuan poligami adalah menghindari agar suami tidak terjerumus ke jurang maksiat yang di larang islam dengan mencari jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi(poligami) dengan syarat bisa berlaku adil.
Dasar pokok islam yang membolehkan poligami adalah firman allah swt.
Artinya: maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil. Maka(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yanag kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS AL-Nisa {4}:3).
Menurut tafsir Aisyah r.a,. ayat ini turun karena menjawab pertanyaan Urwan bin Zubair kepada aisyah istri Nabi Saw. Tentang ayat Ini. Lalu beliau menjawabnya, Wahai anak saudara perempuanku, yatim di sini adalah maksudnya adalah anak perempuan yatim yang berada di bawah asuhan walinya mempunyai harta kekayaan bercampur dengan dengan harta kekayaannya serta kecantikannya membuat pengasuh anak yatim itu senang kepadanya, lalu ia ingin menjadikanny sebagai istri, tetapi tidak mau memberi mas kawin dengan adil, yaitu memberi mas kawin yang sama dengan yang di berikan kepada perempuan lain. Karena itu, pengasuh anak yatim yang seperti ini di larang menikahi mereka, kecuali mau berlaku adil kepada mereka dan mau memberikan mas kawin kepada mereka lebih tinggi dari biasanya. Dan kalau tidak dapat berbuat demikian, maka mereka diperintahkan untuk menikahi perempuan-perempuan lain yang di senangi.

METODE PENGAJARAN

A.    PENGGUNAAN METODE PENGAJARAN
         Secara harfiah metode dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Dengan kata lain metode pengajaran merupakan cara yang digunakan oleh pengajar atau guru untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya.

Langkah-langkah dalam menggunakan metode pengajaran secara umum ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan
    - merumuskan tujuan yang ingin dicapai
    - menentukan materi yang akan
      disampaikan
    - mempersiapkan alat bantu

2. Tahap Pelaksanaan
    - menyampaikan tujuan pembelajaran
    - menyampaikan materi

3. Tahap Evaluasi
    - mengetahui pemahaman siswa
      tentang materi yang disampaikan
    - mengadakan ujian atau latihan yang
      relevan dengan materi yang
      disampaikan





Jenis-jenis Metode Pengajaran

1.      Ceramah
       Metode ceramah merupakan metode pengajaran yang dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan secara langsung kepada sekelompok siswa.

a.       Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah
      Kelebihan metode ceramah antara lain:
1)      Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Disebut mudah dan murah karena dengan metode ini hanya mengandalkan kemampuan komunikasi guru, dan tidak memerlukan banyak perlengkapan dan persiapan sebelumnya.
2)      Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya mata pelajaran yang banyak dapat dirangkum intisarinya oleh guru dalam waktu singkat.
3)      Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi mana yang perlu ditekankan.
4)      Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.
5)      Organisasi kelas dengan menggunakan metode ceramah dapat diatur lebih sederhana.

      Disamping itu, metode ceramah juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1)      Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.
2)      Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme, karena dalam metode ceramah siswa harus mengandalkan kemampuan auditif mereka. Padahal setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pelajaran melalui pendengaran.
3)      Ceramah dapat dianggap membosankan bagi siswa jika guru tidak dapat menyampaikan meteri dengan menarik.
4)      Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika sesi pertanyaan tidak ada siswa yang bertanya, tidak menjamin bahwa siswa seluruhnya sudah paham.

b.      Langkah-Langkah Menggunakan Metode Ceramah
      Agar metode ceramah berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan , baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaan.
1)      Tahap persiapan
·         Merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan, oleh sebab itu merumuskan tujuan yang jelas merupakan langkah awal yang harus dipersiapkan guru. Apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran dengan ceramah berakhir.
·         Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan. Keberhasilan ceramah sangat tergantung pada tingkat penguasaan guru tentang materi yang akan diceramahkan, oleh karena itu guru harus mempersiapkan pokok-pokok materi yang akan disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
·         Mempersiapkan alat bantu. Alat bantu sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan persepsi siswa, oleh karena itu menyediakan alat bantu seperti gambar sangat diperlukan.

2)      Tahap pelaksanaan
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang menentukan. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam langkah pembukaan ini.

a)      Langkah pembukaan
  • Yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, guru perlu mengemukakan terlebih dahulu tujuan yang harus dicapai oleh siswa.
  • Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Kegiatan apersepsi perlu dilakukan untuk mempersiapkan siswa secara mental agar siswa mampu menerima materi yang akan disampaikan.

b)      Langkah penyajian
       Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar ceramah kita berkualitas, maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
  • Menjaga kontak mata dengan siswa
  • Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudaah dicerna oleh siswa
  • Sajikan materi pelajaran dengan sistematis
  • Tanggapilah respon siswa dengan segera

c)      Langkah penutupan
      Ceramah harus ditutup agar materi pelajaran yang sudah dipahami siswa tidak hilang. Lakukanlah kegiatan agar siswa tetap mengingat materi pelajaran. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung hal tersebut antara lain:
  • Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan
  • Merangsang siswa untuk dapat menanggapi materi pelajaran yang telah disampaikan
  • Melakukan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa tentang materi pelajaran

2.      DEMONSTRASI
Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi dan benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.
a.       Kelebihan dan kelemahan metode demonstrasi
Sebagai suatu metode pembelajaran demonstrasi memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :
1)      Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab siswa disuruh langsung memerhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan.
2)      Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
3)      Dengan cara mengamati langsung siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Disamping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :
1)      Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk menghasilkan pertunjukkan suatu proses tertentu, guru harus bebrapa kali mencobanya terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak.
2)      Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah.
3)      Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Disamping itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.

b.      Langkah-langkah menggunakan metode demonstrasi
1)      Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang dilakukan, yaitu :
·           Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir. Tujuan ini meliputi beberapa aspek seperti aspek pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu.
·           Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan. Garis-garis besar langkah demonstrasi diperlukan sebagai panduan untuk menghindari kegagalan.
·           Lakukan uji coba demonstrasi. Uji coba meliputi segala peralatan yang diperlukan.
2)      Tahap pelaksanaan
a)        Langkah pembukaan
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya :
·         Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memerhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
·         Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.
·         Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa.
b)        Langkah pelaksanaan demonstrasi
·         Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memerhatikan demonstrasi.
·         Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan.
·         Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh siswa.
·         Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demontrasi itu.
c)        Langkah mengakhiri demonstrasi
Proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

3.      DISKUSI
Metode  diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen,1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi :
·         Diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan.
·         Diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran didalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas.
Dilihat dari pengorganisasian pembelajaran, ada perbedaan yang sangat prinsip dibandingkan dengan metode sebelumnya, yaitu ceramah dan demonstrasi. Kalau metode ceramah atau demonstrasi materi pelajaran sudah diorganisir sedemikian rupa sehingga guru tinggal menyampaikannya, maka tidak demikian halnya dengan metode diskusi. Pada metode ini bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya serta tidak disajikan secara langsung kepada siswa, materi pembelajaran ditemukan dan diorganisisr oleh siswa sendiri, oleh karena tujuan utama metode ini bukan hanya sekedar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajar.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran, yaitu :
·         Diskusi kelompok
Diskusi ini dinamakan juga sebagai diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu sendiri.
·         Diskusi kelompok kecil
Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap kelompok memecahkan submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
Jenis apapun diskusi yang digunakan menurut Bridges (1979), dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengatur kondisi agar :
1)      Setiap siswa dapat bicara mengeluarkan gagasan dan pendapatnya.
2)      Setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang lain.
3)      Setiap siswa harus saling memberikan respons.
4)      Setiap siswa harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang dianggap penting.
5)      Melalui diskusi setiap siswa harus dapat mengembangkan pengetahuannya serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi.

Kondisi tersebut ditekankan oleh Bridges, sebab diskusi merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis pemecahan masalah. Strategi ini diharapkan bisa mendorong siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir alamiah serta dapat  mengembangkan pengetahuan siswa. 

a.       Kelebihan dan kelemahan metode diskusi
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
1)      Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
2)      Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
3)      Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Disamping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.

Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :
1)      Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan bicara.
2)      Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
3)      Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan.
4)      Dalam diskusi sering terjadi perbedaab pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol.



b.      Jenis-jenis diskusi
Terdapat bermacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain :
1)      Diskusi kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah : Pertama, guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi. Kedua, sumber masalah memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit. Ketiga, siswa diberi kesempatan untuk menganggapi permasalahn setelah mendaftar pada moderator. Keempat, sumber masalah memberi tanggapan, dan Kelima, moderator menyimpulkan hasil diskusi.

2)      Diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi kedalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.

3)      Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.

4)      Diskusi panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang dihadapan audiens.  Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekedar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

c.       Langkah-langkah melaksanakan diskusi
Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1)      Langkah persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi diantaranya :
·         Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum, maupun tujuan khusus. Tujuan yang ingin dicapai mesti dipahami ileh setipa siswa sebagai peserta diskusi. Tujuan yang jelas dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaksanaan.
·         Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, apabila tujuan yang ingin dicapai adalah penambahan wawasan siswa tentang suatu persoalan, maka dapat digunakan diskusi panel, sedangkan jika yang diutamakan adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan, maka simposium dianggap sebagai jenis diskusi yang tepat.
·         Menetapkan masalah yang akan dibahas. Masalah dapat ditentukan dari isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang aktual yang terjadi dilingkungan masyarakat yang dihubungkan dengan materi pembelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan.
·         Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.

2)      Pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang perli diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah :
·         Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat mempengaruhi kelancaran diskusi.
·         Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya, menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
·         Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan dan lain sebagainya.
·         Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
·         Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.

3)      Menutup diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut,
·         Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
·         Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.

4.      SIMULASI
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpra-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalamn belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dilakkukan secara lansung pada objek yang sebenarnya.
a.       Kelebihan dan kelemahan metode simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, diantaranya :
1.      Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
2.      Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karna melalui simulasi siswa diberikan kessempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topic yang disimulasikan.
3.      Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4.      Memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematic.
5.      Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.
Simulasi juga mempunyai kelemahan. Diantaranya :
1.      Pengalamn yang diperoleh dari simulasi tidak selalu tepaat dan sesuai dengan kenyataan dilapangan.
2.      Pengelolaan yang kurang baik.
3.      Factor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam melakkukan simulasi.

b.      Jenis-jenis simulasi
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, yaittu :
a.       Sosiodrama
Yaitu metode pemmbelajaran bermain peran untuk memecahkan asalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, seprti kenakalan remaja.
b.      Psikodrama
\merupakan metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis.
c.       Role playing
Adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, peristiwa-peristiwa actual, atau kejadian yang mungkin muncul dimasa yang akan datang.


C. langkah-langkah simulasi

1)      Persipan simulasi

§  Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
§  Guru memberikan gambaran maslah dalam situasi yang disimulasikan.
§  Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pameran, serta waktu yang disediakan.
§  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pameran simulasi.

2)      Pelaksanaan simulasi
§  Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pameran.
§  Para siswa lainnya mengikui dengan penuh perhatian.


5.      Kerja Lapangan
         Metode kerja lapangan merupakan metode mengajar dengan mengajak siswa kedalam  suatu tempat diluar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun turut aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati sendiri serta bekerja sendiri didalam pekerjaan yang ada dalam masyarakat.

      Kelebihan Metode Kerja Lapangan:
1)      Siswa mendapat kesemmpatan untuk langsung aktif bekerja dilapangan sehingga memperoleh pengalaman langsung dalam bekerja
2)      Siswa menemukan pengertian pemahaman dari pekerjaan itu mengenai kebaikan maupun kekurangannya.

     Kekurangan Metode Kerja Lapangan:
1)      Waktu terbatas tidak memungkinkan memperoleh pengalaman yang
2)      mendalam dan penguasaan pengetahuan yang terbatas
3)      Untuk kerja lapangan perlu biaya yang banyak
4)      Tidak tersedianya trainer guru/pelatih yang ahli

Referensi :
Syah Muhibbun, Psikologi Belajar, Raja Wali pers, Jakarta : 2010. 
Suryabrata Sumadi, Psikologi aPendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2001 



PSIKOLOGI SOSIAL DAN KEBUDAYAAN


  Psikologi sosial adalah suatu studi tentang hubungan antara manusia dan kelompok. Psikologi sosial merupakan cabang ilmu dari psikologi yang baru muncul dan intensif dipelajari pada tahun 1930. Secara sederhana objek material dari psikologi sosial adalah fakta -fakta, gejala-gejala serta kejadian-kejadian dalam kehidupan sosial manusia. Sekilas ternyata objek psikologi sosial mirip dengan ilmu sosiolgi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial adalah merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosiologi.
              Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
              Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism

TEORI IDENTITAS SOSIAL


Dalam teori identitas sosial, seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam kehidupannya. Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari maupun tidak disadari. Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu secara sosial dapat didefinisikan (Verkuyten, 2005).
  Dalam hal identitas, Identitas itu ada yang terberi, tetapi ada juga yang memang berasal dari proses pencarian. Identitas yang terberi cantohnya saja dalam hal identitas laki-laki dan perempuan. Identitas andi sebagai laki-laki adalah identitas yang sudah terberi sejak lahir, mau tidak mau dia harus menerima itu. Namun demikian, dengan kemajuan teknologi yang ada, identitas yang terberipun bisa diganti dengan identitas yang kita inginkan, misalnya saja yang tadinya andi memiliki identitas laki-laki, namun dia memutuskan untuk merubah alat kelaminnya menjadi perempuan, sehingga identitas andi sekarang adalah perempuan. Penjelasan tersebut sekedar memberikan contoh saja kalau terkadang kitapun tak berhak memilih identitas kita sendiri. Karena manusia sebagai individu tidak bisa melepas keberadaannya dalam masyarakat maka status identitas kita pun bisa saja datang dari orang lain. Ini bisa timbul karena ketika identitas terlahir, lahir pulalah perbedaan yang juga berupaya memberi identitas kepada orang di luar dirinya.
Selain beruasaha untuk mengenal identitas sendiri, manusia pun berusaha untuk memberikan identitas pada orang lain. Sebuah identitas hadir karena manusia butuh untuk mengkategorisasikan sesuatu. Dengan begitu, identitas sosial juga melibatkan pula ketegori dan menetapkan seseorang ke dalam struktur sosial atau wilayah sosial tertentu yang besar dan lebih lama ketimbang situasi partikular lainnya.
Jelas saja kategorisasi dan penetapan terhadap posisi seseorang sangatlah dibutuhkan, kalau tidak, bagaimana dia bisa membedakan yang satu dengan yang lainnya. Ketika kategorisasi terbentuk, perbedaan tentunya tidak dapat dihindari (Tajfel, 1972). Identitas sosial menjadi relevan ketika satu dari kategori melibatkan juga satu diri yang ikut berpartisipasi terhadap dorongan pada diri lain yang berasal dari kelompok yang sama (Abrams & Hoggs, 1990). Misalnya saja dorongan semangat untuk atlit olahraga yang berasal dari daerah yang sama. Dorongan pemberian semangat tersebut terjadi karena sang atlit membela kelompok yang mereka miliki bersama.
Normalnya, suatu identitas sosial biasanya lebih menghasilkan perasaan yang positif. Hal tersebut terjadi karena kita menggambarkan kelompok sendiri di identifikasikan memiliki norma yang baik. Identitas sosial yang melekat pada seseorang merupakan identitas posistif yang ingin dipertahankan olehnya. Oleh karena itu, individu yang memiliki identitas sosial positif, maka baik wacana maupun tindakannya akan sejalan dengan norma kelompoknya. Dan, jika memang individu tersebut diidentifikasikan dalam suatu kelompok, maka wacana dan tindakannya harus sesuai dengan wacana dan tindakan kelompoknya.
Konsep identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum:
1.      Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-esteemnya: mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif.
2.      Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi terhadap konotasi nilai positif atau negatif. Karenanya, identitas sosial mungkin positif atau negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial, bahkan pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi pada identitas sosial individu.
3.       Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mengdeterminasikan dan juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik (Tajfel, 1974, dalam Hogg & Abrams, 2000)
Dari asumsi di atas tersebut, beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan:
1.      Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang positif
2.      Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat perbandingan favorit in-group-out-group; in-group pasti mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3.      ketika identitas sosial tidak memuaskan, individu akan berusaha keluar dari kelompok, lalu bergabung pada kelompok yang lebih posisitif atau membuat kelompok mereka lebih bersifat positif.
Identitas sosial sebagai teori tidak bisa lepas dari keinginan individu untuk memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain. Perbandingan sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori di mana bisa membimbing kita untuk membandingkan diri kita dengan yang lain, siapa yang serupa dengan kita dan siapa yang berbeda, siapa yang berada di atas dan siapa yang berada di bawah. Setidaknya ada tiga variabel yang mempengaruhi hubungan pembedaan antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel, 1974; Turner, 1975; dalam Hogg & Abrams, 2000). Pertama, individu pasti memiliki internalisasi kelompok mereka sebagai konsep diri mereka: secara subjektif mereka pasti menidentifikasikan kelompok yang relevan. Hal ini tidak cukup dari orang lain saja yang mengidentifikasikan seseorang kalau dari kelompok mana dia berasal. Kedua, situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan. Perbedaan kelompok pada tiap-tiap daerah tidak sama secara sikinifikan. Misalnya saja, di Amerika perbedaan kelompok lebih cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit, tapi perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong. Ketiga, in-group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-group: out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang relevan baik dalam kesamaan, kedekatan, dan secara situasional menonjol. Kemudian, Determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap determinasi in-group.
Menurut Sarben & Allen (1968), identitas sosial juga berfungsi sebagai pengacu keberadaan posisi seseorang berada di mana dia. Berada di tingkatan mana kita berada, posisi seperti apa saja yang keberadaannya sama dengan kita dan mana juga yang berbeda. Teori identitas sosial melihat bahwa suatu identitas sosial selalu mengklarifikasikan dirinya melalui perbandingan, tapi secara umumnya, perbandigannya adalah antara in-groups dan out-groups. In-groups biasanya secara stereotype positif sifatnya, selalu lebih baik dibandingkan out-groups.

HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN BUDAYA



Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.
Sebenarnya bagaimanakah hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) membuat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku:
Ekologi – budaya – sosialisasi – kepribadian – perilaku
Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan iasr-politi,  adaptasi biologis dan adaptasi iasral merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.
Ratusan definisi budaya yang ada tidak biasa dianggap yang satu lebih benar daripada yang lainnya. Masing-masing definisi memiliki kekuatannya masing-masing. Oleh karena itu penggunaan definisi budaya semestinya dilihat dari tingkat kegunaannya bagi tujuan yang dikehendaki. Triandis (1994) mencontohkan dengan definisi budaya yang digunakan B.F. Skinner, seorang behavioris, yakni ‘budaya adalah seperangkat aturan penguatan (a set of schedules of reinforcement)’. Definisi tersebut bernilai optimal bagi pendekatan yang dilakukan Skinner.

KEMATIAN



Sebagai mahkluk ciptaan, ternyata hidup manusia terbatas. Manusia sama sekali tidak bisa mempertahankan apa yang diinginkan. Kedudukan yang tinggi maupun besarnya kekuasaan yang di genggam, akan “melorot” bila saatnya tiba. Kekayaan yang melimpah, juga akan “terkuras”  kalau rentang waktunya sudah habis. Nyawa sekalipun segera pupus manakala “masa pakainya habis”.
Kematian adalah sebuah keniscayaan. Tidak perlu diminta. Dia akan datang sendiri. Tidak perlu mendaftar atau mencalonkan diri. Data semua mahluk hidup sudah tercatat. Nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, maupun latar belakang aktivitas selama hidup. Termasuk hal-hal paling kecil, maupun hal niat yang masih tersembunyi didalam hati. Semua terdata utuh dan lengkap. Lebih lengkap dan akurat daripada data badan pusat statistik.
Saat nyawa “ditarik dari peredarannya,” kemahklukan manusia pun beralih status. Mati. Tidak bakal terjadi pengunduran waktu. Malaikat pencabut nyawa, bukan mahkluk bumi yang bisa diajak bernegosiasi. Berunding “bisik-bisik” minta keringanan atau penundaan. Mahkluk yang satu ini sudah terlatih “bekerja” dengan disiplin tinggi. Tepat waktu dan tepat sasaran. Jitu. Tidak melenceng dan tidak nyasar. Juga tidak ada istilah “tebang pilih .” diskriminasi tidak di kenal. Semua makhluk hidup diperlakukan sama.
Kematian membawa manusia kealam kehidupan baru, yang sama sekali asing. Tempat tinggal megah “tergusur.” Pindah ketempat tinggal baru, yakni kubur. Menempati unit “liang lahat” di komplek perkuburan.  Dibiarkan hidup sendiri dalam kesepian alam penantian “barzakh.” Menanti masa  “evakuasi” kealam berikutnya, yakni alam akhirat.
kata mati dan kematian sebenarnya sudah sangat akrab dengan telingga manusia. Setiap manusia pasti akan mengalaminya. Menjumpai kematian. Namun, manakala masih berada dalam kenikmatan hidup, manusia sering lengah dan lupa dengan kematian. Sebaliknya, bila usia semakin sepuh, atau didera sakit, maka bayang-bayang kematian mulai muncul. Secara psikologis, turut mempengaruhi sikap dan perilaku manusia.

Defenisi Kematian
Kematian  oleh   sementara   ulama   mendefinisikan   sebagai "ketiadaan  hidup,"  atau  "antonim  dari  hidup."  Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum  Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia  yang  fana  ini. Kehidupan  pertama  dialami  oleh  manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia,  sedang  kehidupan kedua  saat  ia berada di alam barzakh, atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat. Kematian adalah sebuah keniscayaan. Tidak perlu diminta. Dia akan datang sendiri. Tidak perlu mendaftar atau mencalonkan diri. Data semua mahluk hidup sudah tercatat. Nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, maupun latar belakang aktivitas selama hidup.
Kematian atau Ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organism biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.


 Kematian Dalam Agama
Setiap agama mengajarkan tentang adanya hari pembangkitan. Alam baru sesudah manusia mati. Di percayai bahwa manusia pada saat itu manusia akan dihidupkan kembali untuk diminta pertanggung jawabnya. Perbuatan baik akan memperoleh kenikmatan surgawi.sebaliknya, perbuatan buruk akan mendapat siksaan neraka, oleh karena itu hari kebangkitan disebut juga hari pembalasan.
Keyakinan seperti itu juga berlaku pada penganut ajaran kepercayaan lain, maupun agama-agama kuno seperti :
1.          Di Mesir kuno percaya bahwa pembalseman mayat yang di kenal dengan Mummi merupakan mayat yang utuh tenpat kediaman bagi roh dalam kehidupan sesudah mati.
2.          konsep Nirvana (keadaan tak tersisa) dalam agama budha dan janisme berkonotasi kehidupan surgawi. Gambaran dari keadaan dan ketrentaman sempurna dalam bentukkelahiran kembali di alam mayapada yaitu kehidupan yang sempurna dilambangkan dalam kehidupan di balik alam dunia.
3.          penganut agama samawi seperti yahudi, nasrani, dan islam memperoleh informasi mengennai hari kebangkitan dari kitab suci masing masing. Seperti di ajaran agama Kristen kissah para rasul (1 : 1-14) dikemukakan “ empat puluh hari setelah bangkit  diantara orang orang mati, Tuhan yesus menampakan diri kepada murid murid di yerusalem. Bersama mereka, ia pergi ke bukit Zaitun.pada waktu itu ia terangkat ke surga. Kemudian di ajaran islam,hari kebangkitan merupakan bagian dari rukun iman. Abul A’la al – Maududi mengemukakan hari  kebangkitan :
*     Bahwa Allah akan menghapuskan semeseta alam ini dan sekalian makhluk yang ada di dalamnya pada suatu hari yang di kenal dengan hari kiamat
*      Kemudian Allah SWT. Akan menghidupkan mereka kembali sekaali lagi dan mengumpulakn mereka di hadap-NYA.
*      kemudian sesuatu yang diperbuat oleh manusia, yang baik dan buruk dalam kehidupan dunia mereka, diajukan kepada pengadilan Allah SWT.
*      Allah SWT menimbang bagi tiap tiap orang akan perbuatannya yang baik dan yang buruk. Barang siapa yang lebih berat kebaaikan maka akan di ampuni dan jika barang siapa yang berat timbangannya dalam kejahatan , maka akan di siksa
*      Orang orang yang kan diampuni akn masuk surga, dan orang orang yang disiksa akan masuk neraka.
Dalam  Alquran  mengisyaratkan akan hal itu, “ hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan , maka sesungguhnya kami telah menjad8ikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna , agar kami jelaskan kepada kamu  dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah kami tentukan, kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi sampai sampai ke dewasa sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulu telah di ketahui “ ( QS 22: 5 ).
Secara psikologis, keyakinan akan adanya hari kebangkitan akan berdampak pada sikap dan prilaku manusia, baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Besar kecilnya dampak keyakinan tersebut tergantung dari tingkat penghayatan masing-masing. Semakin mendalam keyakinan dan penghayatan, akan semakin tampak jelas pengaruhnya dalam kehidupan  seseorang. Bahkan sampai ada yang bersedia mengorbankan hidupnya. Dengan tulus memilih jadi martir (sahid mengorbankan diri), orang saleh, ataupun pendakwah.

 Psikologi Kematian
Kematian dan hari kebangkitan sebenarnya tak dapat dipisahkan dalam keyakinan manusia. Kematian sebagai akhir sebuah kehidupan, serta hari kebangitan sebagai kondisi kehidupan abadi. Tempat manusia berhadapan dengan perhitungan amal perbuatannya selama hidup didunia. Bagaimana manusia menyikapi semua itu, tampaknya sangat tergantung dari latar belakang keyakinan masing-masing.
Takut mati bukanlah ketakutan yang normal, akan tetapi ia merupakan bentuk fobia atau kecemasan yang bercampur dalam satu waktu sekaligus dengan perasaan takut, panik, getar, dan ngeri. Fobia mati bukanlah kecemasan jauh yang menanti kita diakhir jalan, akan tetapi ia merupakan kecemasan laten yang terpendam didalam relung-relung perasaan hingga kita nyaris mencium aroma kematian di segala sesuatu. Sekeras apapun upaya kita untuk mencoba melupakan realitas kematian, atau sengaja mengabaikan wacana kefanaan (annihilation), cepat atau lambat kita tetap mendapati diri kita termenung sedih memikirkan realitas kematian dan terkurung dengan kecemasan dan kebinasaan.
Pada tataran realitas, merujuk pada hasil pengamatan Miguel de Unamuno, filsuf dan penyair asal spanyol (1864-1936 M), pikiran akan kematian dapat menggangu kenyenyakan tidur manusia, mengelisahkan pikirannya, dan hampir terus menerus –menerus membuntutinya dimanapun ia berada, hingga batinya selalu merinding oleh getaran aneh yang disebabkan oleh misteri kematian dan apa yang datang setelahnya. Unamuno mengatakan, ketika aku dapati diriku tengelam dalam perputaran roda kehidupan dengan segala beban pikiran dan kesibukan yang menyertainya, tak lama kemudian tiba-tiba aku tersadar bahwa kematian telah berputar –putar mengitari kepalaku, bahkan sempat aku rasakan sesuatu yang lebih buruk lagi, yaitu cekaman rasa kefanaan. Dan ini merupakan kecemasan tertinggi yang tidak menyisakan  lagi ruang kecemasan diatas.
Arthur Schopenhauer, filsuf asal jerman (1788-1860 M) mengatakan, ketakutan akan kematian merupakan ekspresi keteguhan manusia memegang kehidupan dan kecemasannya akan ketidak pastian  masa depan  yang menantinya diakhir muara. Manusia yang takut mati, dengan demikan , adalah manusia yang tidak mengetahui kematian dan sesuatu setelahnya, sebab ketakutan akan kematian lebih merupakan ketakutan pada the unknown (sesuatu yang tak diketahui) yang dalam sekejab  waktu saja mampu mengubah segalanya menjadi nothing.
Salah seorang peneliti dibidang ini mencoba menggambarkan tragedy metafisik tersebut dengan ungkapan, “mengapa aku ditakdirkan mati seorang diri. Terbayang  olehku bahwa tidak ada sesuatu yang lebih dahsyat bagi jiwa orang yang sedang meregang nyawanya dari pada harus meregang nyawa dan mati sendiri  sementara dunia tetap berlangsung sepeningalannya, tanpa ada cucuran air mata menangisi kepergiannya baik sedikit, maupun banyak. Kematian seorang diri merupakan kepedihan yang menambah kengeriannya dan menjadikannya sebagai realitas personal yang menyakitkan.”  Jika sebagian manusia ada yang takut mati karena merasa mati sendirian sebagaimana diatas, maka sebagian lain justru menakutinya karena kematian membuatnya sama dengan manusia yang lain. Manusia biasanya membicarakan kematian secara spontan dan reflex, sebab ketakutan berpisah dengan keindahan hidup dan ketakutan akan kenihilan yang tak pasti (the unknown nihilistic) merupakan sesuatu yang bersifat psikis yang tidak dapat di sembunyikan maupun dihindari.
Blaise Pascal, flsuf dan matematikawan Prancis (623-16620) mengatakan, “manusia menciptakan berbagai kreasi hiburan atau permainan untuk menghindarkan diri dari ketakutan akan kesendirian atau kesepian…” ia menambahkan, “ketika manusia sudah tidak bisa lagi menemukan terapi pengobatan kematian, kesengsaraan, dan kebodohan, merekapun menyimpulkan bahwa jalan terbaik untuk menikmati kebahgiaan adalah dengan tidak memikirkan hal-hal tersebut sama sekali.”
Melalui buku, Neurocultura, Fabio Giovannini melukiskan sikap orang zaman ini berhadapan dengan kematian. Dari kebudayaan yang dikembangkan orang zaman sekarang, misalnya dalam lirik musik, fotografi, film, lukisan, atau upacara-upacara kematian, dan penguburan, bahwa orang tidak lagi takut pada kematian. Mereka tidak mau memitoskan kematian sebagai agama-agama dimasa lalu, dengan upacara-upacara yang mengelabui, menghiasi si mati solah mau bepergian sebentar, membayangkan janji mengenai kehidupan akhirat dan sebagainya.
Kematian dan hari kebangkitan sebenarnya tidak dapat dipisahkan dalam keyakinan manusia. Kematian sebagai akhir sebuah kehidupan, serta hari kebangkitan sebagai kondisi kehidupan abadi. Tempat manusia berhadapan dengan perhitungan amal perbuatannya selama hidup di dunia.

 Kesimpulan
Telah kita ketahui bahwa hidup dunia ini terbatas yang mana setiap makhluk hidup pasti akan mati, dan tiada satupun manusia yang mengetahui dimana tempat dan waktunya, kematian atau ajal merupakan akhir dari kehidupan didunia bersifat psikis yang tidak bisa dihindari apapun agamanya, dalam konsep ajaran islam kematian merupakan cobaan yang diberikan kepada manusia sebagai bahan renungan makna dari kitab suci yaitu al-qur’an, bahwa kematian tidak berakhir begitu saja masih ada pertanggung jawaban apa yang kita lakukan di dunia.
Ketegaran manusia bakal luluh saat menghadapi kematian, manusia merasa dirinya lemah, dan sama sekali kehilangan daya. Saat-saat seperti itu, hanya nilai-nilai fitri manusia muncul seakan mengadili dirinya. Fitrah suci manusia yang berintikan kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Mereka yang ketika hidupnya terbiasa melakukan perbuatan yang menyalahi fitrah suci itu akan mengalami kegelisahan batin. Secara psikologis, rasa bersalah itu akan mendera dirinya.

DAFTAR PUSTAKA 
Dr. H, Jalaluddin, 2010. “Psikologi Agama”, PT Rajagrafindo Persada. Jakarta
Abbas Rashed, 2008. “ Tour Kematian the story of death”, Amzah. Jakarta

Wan Fahrul Rozikin