Istilah
burnout pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Freundenberger pada tahun 1973.
Freudenberger adalah ahli psikologi klinis pada lembaga pelayanan sosial di New
York yang menangani remaja bermasalah Freundenberger memberi ilustrasi mengenai
sindrom burnout. Sindrom burnout di ilustrasikan seperti gedung yang terbakar
habis. Suatu gedung yang pada mulanya berdiri megah dengan berbagai aktivitas
didalamnya, setelah terbakar gedung yang tampak hanya kerangka luarnya saja.
Ilustrasi ini memberikan gambaran bahwa orang yang terkena burnout dari luar
tampak utuh tetapi didalamnya kosong penuh masalah Gehmeyr (dalam Aryasari,
2008).
Freudenberger
(dalam Farber, 1991) menyatakan bahwa burnout adalah suatu bentuk kelelahan
yang disebabkan karena seseorang bekerja terlalu intens, berdedikasi dan
berkomitmen, bekerja terlalu banyak dan terlalu lama serta memandang kebutuhan
dan keinginan mereka sebagai hal kedua. Hal ini menyebabkan individu tersebut
meraskan adanya tekanan-tekanan untuk member sumbangan lebih banyak kepada
organisasinya.
Burnout
merupakan kelelahan yang disebabkan karena individu bekerja keras, merasa
bersalah, merasa tidak berdaya, merasa tidak ada harapan, kesedihan yang
mendalam, merasa malu, menghasilkan perasaan lelah dan tidaknyaman, yang pada
gilirannya meningkatkan rasa kesal. Apabila hal itu terjadi pada jangka panjang
maka individu tersebut akan mengalami kelelahan karena telah berusaha
memberikan sesuatu secara maksimal namun memperoleh apresiasi yang minimal
(Pines dan Aronson, 1989).
Cherniss
(1987) mengatakan bahwa burnout merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam
bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan, seperti menjaga
jarak dari orang lain maupun bersikap sinis dengan mereka, membolos, sering
terlambat dan keinginan pindah kerja sangat kuat.
Perlman
dan Hartman (dalam Jewel & Siegall, 1998) mendifinisikan burnout sebagai
tanggapan terhadap stres emosional kronis yang dikarakteristikkan dengan
kelelahan emosi/fisik, kecenderungan berpikir tidak manusiawi, bahkan mengenai
dirinya sendiri. Setiap definisi burnout diatas merefleksikan keunikan sehingga
tampil beragam namun batasan yang dikemukan para tokoh tersebut pada dasarnya
sama, yaitu burnout terjadi pada tingkat individu dan merupakan pengalaman yang
bersifat psikologis karena melibatkan perasaan, sikap, motif, harapan dan dipandang
individu sebagai pengalaman negatif yang mengacu pada situasi yang menimbulkan
stres dan ketidaknyaman. Burnout banyak dialami seseorang merasa lelah dan jenuh
secara mental atau fisik karena tuntutan pekerjaan yang meningkat.
Penelitian
yang telah banyak dilakukanmenyatakan bahwa penyebab timbulnya burnout
behubungan dengan sebab-sebab yang luas. Burnout berasal dari stres kerja yang
berkepanjangan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhiburnout dapat dikenali
melalui penyebab stres kerja. Menurut Fery Farhati dan Haryanto F. Rosyid
(dalam Aryasari 2008), faktor eksternal yang mempengaruhi burnout adalah:
1. Tuntuan
pekerjaan yang tinggi
2. Miskinnya
pekerjaan dari hal-hal yang menarik dan menantang
3. Pekerjaan
yang tidak variatif
4. Pekerjaan
yang tidak memiliki identitas yang jelas
5. Pekerjaan
yang tidak memberikan informasi tentang baik tidaknya usahausaha yang dilakukan