About

budaya

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 30 April 2013

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN ISLAM


Pengertian pengembangan kepribadian islam
Pengunaan istilah “pengembangan” pada awalnya dibedakan dengan istilah “penyembuhan” atau “terapi,” sebab istilah pengembangan digunakan untuk individu yang sehat, sedangkan istilah penyembuhan atau terapi digunakan untuk individu yang sakit. Namun, akhir akhir ini, keduanya digunakan untuk arti yang sama, karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin memaksimalkan daya-daya insani agar mampu realisasi dan aktualisasi diri yang baik. Menurut Carl Gustav Jung, psikoterapi telah melampaui asal usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang yang sakit.
Dengan latar belakang diatas, maka yang dimaksud dengan pengembagan kepribadian islam disini adalah “usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insane, agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup didunia maupun diakhirat.” Ddefenisi tersebut mengandung arti bahwa dengan metode pengembangan kepribadian islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka yang sakit dan menjadi pendorong bagi mereka yang sehat.
Pengembangan kepribadian islam dapat ditempuh dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan konten (materi) dan kedua pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian prilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa dalam setiap rentang kehidupan, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diperankan menurut rentang usia. Peran pada masa kanak-kanak tidak akan sama dengan peran orang dewasa. Tanpa memerankan tugas-tugas perkembangan dengan baik, maka perkembangan individu itu dinilai abnormal.  Maksud tugas-tugas perkembangan pada pendekatan kedua ini mengacu pada paradigma bagaimana seharusnya bukan apa adanya. Sebagai sontoh, tugas-tugas perkembangan masa puber bukan “mencari hubungan baru dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita” sebagai mana yang diteorikan dalam psikologi perkembangan barat, tetapi lebih mengarah pada tugas-tugas sebagai seorang mukallaf (yang terkena beban agama), karena masa puber ini adalah masa yang dikenai hukuman


Pengembangan kepribadian islam menurut pendekatan konten
Kiat-kiat pengembangan kepribadian islam menurut pendekatan konten, dapat ditempuh melalui tiga tahap.
1.      Tahapan permulaan (al-bidayah)
Pada tahapan ini fitrah manusia merasa rindu kepada khaliknya.  Ia sadar bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir (al-hijab) yang menghalangi interaksi dan komunikasinya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut. Karena itulah tahapan ini disebut juga tahapan takhalli, yang bearti mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yag kotor, maksiat, dan tercela (madmuzmah)
2.      Tahapan kesunguhan Dalam menempuh kebaikan (al-mujahadah).
Pada tahap ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, untuk kemudian dia berusaha secara sunguh-sunguh dengan cara mengisi diri dengan prilaku yang mulia, baik yang dimunculkan dari kepribadian mukmin, muslim maupun muhsin. Tahap ini disebut juga tahapan tahalli, yaitu upaya mengisi dan menghiasi dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan olah batin (riyadhat al-nafs), sebagai berikut :
1.  Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar ia dapat  melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan.
2.     Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap kekuatan jiwa dan pikiran dari prilaku maksiat, agar ia selalu dekat dengan Allah.
3.   Muhasabah, yaitu intropeksi, membuat perhitungan atau melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan apa yang diisyaratkan sebelumnya atau tidak.
4. Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengalami kerugian.
5.    Mujahadah, yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh, sehingga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk main-main, apalagi melakukan prilaku yang buruk.
6.  Mu’ataqbah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya dengan cara (1) berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi; dan (2) melakukan prilaku positif untuk menutup prilaku negatif. Agar tidak zina maka ia harus nikah.
7.      Mukasyafah, yaitu membuka penghalang (hijab) atau tabir agar tersingkap ayat-ayat dan rahasia rahasia Allah.

3.      Tahapan merasakan (al-mudziqat).
Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekadar menjalankan printah khaliknya dan menjauhi larangannya, tetapi ia merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan bahkan bersamaan (ma’iyyah)dengan-nya. Tahapan ini disebut juga tajalli. Tajalli adalah menampakannya sifat-sifat Allah Swt. Pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dan tabir yang menghalangi menjadi sirna. Tahapan ketiga ini bagi pada sufi biasanya didahului oleh dua proses, yaitu /al-fana’ dan al-baqa’.
Sosok yang memiliki pengalaman puncak dalam kepribadian islam lebih dikenal dengan insan al-kamil (manusia paripurna). Ia tidak bersatu dengan alam seperti ungkapan maslow, tetapi bersatu dengan sifat-sifat atau asma’ Allah Swt. Sosok insan kamil sesungguhnya adalahh para nabi dan rasul Allah. Diantara mereka yang paling pilihan (musthafa) adalah nabi Muhammad Saw. Oleh karena predikat ini maka Allah dalam Alqur’an memujinya sebagai sosok yang berkepribadian agung (QS Al-Qalam:4), karena dalam dirinya tercermin nilai-nilai Alqur’an yang perlu ditauladani (uswah hasanah) oleh pengikutnya.

Pengembangan kepribadian islam menurut rentang kehidupan
Untuk menjelaskan upaya-upaya pengembangan kepribadian, hanya dipilih fase kehidupan dunia dari tiga fase besar yang ada. Pemilihan itu karena hanya pada fase ini ikthtiyar dan usaha manusia dapat dilakukan.

Pertama, fase pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia sebelum masa pembuahan seperma dan ovum. Asumsi adanya fase ini adalah (1) dalam Al-qur’an dan al-sunnah, seseorang dianjurkan dan bahkan diwajibkan menikah untuk kelestarian keturunan. Kelestarian keturunan ini menjadi bagian dari pertumbuhan dan perkembangan manusia; (2) ruh manusia telah tercipta sebelum jasad tercipta. Ruh yang suci menghendaki tempat yang suci pula. Dalam konteks ini kesucian jasad dapat diperoleh melalui pernikahan.

Kedua, fase pra-natal, yaitu fase perkembagan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Secara fisik, fase ini dibagi empat, yaitu : (1) fase nuthafah (zigot) yang dimulai sejak pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan; (2) fase ‘alaqah (embrio) selama 40 hari; (3) fase mudhaqah (janin) selama 40 hari; dan (4) fase peniupan ruh kedalam janin setelah genap empat bulan, yang mana janin manusia telah terbentuk secara baik, kemudian ditentukan hokum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan prilaku (seperti sifat, karakter, dan bakat), kekayaan batas usia, dan bahagia-celakanya.
Ketiga, fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini yang dilakukan oleh orang tua adalah:
1.      Membacakan azan ditelinga kanan dan membacakan iqamah ditelingga kiri anak yang baru dilahirkan (HR. al-turmudzi).
2.      Memotong akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.
3.      Memberi nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis mengingatkan atau berkolerasi dengan prilaku yang baik.
4.      Membiasakan hidup bersih, suci, dan sehat.
5.      Member ASI sammpai usia dua tahun. ASI selain memiliki komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, juga menambah keakraban, kehangatan, dan kasih sayang sang ibu dengan bayinya.
Keempat, fase kanak-kanak (al-thifl), yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Dalam kamus lisan arab, kata thifl memiliki makna yang sama dengan shabi, yaitu mulai masa neo-natus sampai pada masa pulusi mimpi basah.
Kelima, fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruknya, yang benar dan yang salah. Fase ini dimulai usia sekitar tujuh tahun sampai usia 12 atau13 tahu.
Keenam, fase balligh, yaitu fase dimana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Menurut al-taftazani, fase ini diangap dimana sebagai fase yang mana individu mampu bertindak menjalankan hukum baik yang terikat dengan larangan maupun printah. Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam rentang kehidupan manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri dalam memenuhi perjanjian yang pernah diucapkan dialam pra kehidupan dunia. Secara psikologis fase ini ditandai dengan kemampuan seseorang dalam memahami suatu beban taklif, baik menyangkut dasar kewajiban, jenis kewajiban , dan prosedur atau cara pelaksanaannya. Kemampuan ‘memahami’ menunjukkan adanya kematangan akal pikiran, yang mana hal itu menandakan kesadaran seseorang dalam berprilaku, sehingga ia pantas diberi taklif.
Ketujuh, fase azm al-‘umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan kebijakan Dimana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Al-Ghazali menyebut fase ini sebagai fase awliya wa anbiya, yaitu fase dimana prilaku manusia dituntut  seperti prilaku yang diperankan oleh kekasih dan nabi Allah. Fase ini dimulai usia 40 sampai meninggal dunia.
Pada fasse ini, seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan potensinya, bahkan kesadarannya menurun atau bahkan menghilang. Kondisi ini disebabkan karena menuanya syaraf-syarah atau organ-organ tubuh lainnya, sehingga menjadikan kepikunan. Karena demikian kondisi kesadarannya sehingga ia terbebas dari segala tuntutan hukum agama, seprti sholat, puasa, atau ibadah yang lainnya. Nabi Saw, mengajarkan agar seseorang tidak hanya meminta umur yang panjang kepada Allah Swt, tetapi yang terpinting adalah bagaimana mempergunakan umur itu yang diberikan oleh Allah itu sebaik-baiknya.
Kedelapan, fase menjelang kematian, yaitu fase dimana nyawa akan hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya ruh dari jasad manusia yang merupakan akhir dari kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang dikarenakan batas kehidupan ajal telah tiba, sehingga tanpa sebab apapun jika ajal ini telah tiba maka maka manusia mengalami kematian (QS Al-A’raf [7]:34, yuunus [10]:49, Al-Nahl[16]:16.
Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah (1) memberikan wasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian utang, mewakafkan sebagian hartanya untuk keperluan agama, dan sebagainya. (2) tidak mengingatkan apa pun kecuali berzikir kepada Allah Swt (3) mendengarkan secara seksama talqin yang dibacakan oleh keluarganya kemudian menirukannya. (4) bagi orang yang hidup maka diwajibkannya untuk memandikan, member kain kafan, menyalati, dan mengubur jasad mayat
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengembangan kepribadian islam disini adalah dimana “usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya, agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup didunia maupun diakhirat”. Dan dengan metode pengembangan kepribadian islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka yang sakit dan menjadi daya pendorong bagi mereka yang sehat. Bagi mereka yang memiliki tipologi kepribadian amarah dapat beranjak menuju kekepribadian lawammah; dari kepribadian lawwamah dapat menuju muthamainnah; dan dari kepribadian muthamainanah taraf minimal dapat menuju pada taraf maksimal atau dari pendekatan kuantitas menuju pada pendekatan kualitas.

Kritik dan Saran
Dalam makalah ini kami berharap semoga makalah yang kami susun ini bermamfaat dan dapat digunakan. Sekiranya terdapat ada kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini kami mohon maaf. Dan semoga pembaca dapat member kritik dan saran supaya kedepannya akan dapat lebih baik lagi

Daftar Pustaka
Mujib, abdul. 2006. Kepribadian dalam psikologi islam. Jakarta: PT RajaGrafindo persada.
http//delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/kepribadian menurut filsfaf islam.
www.kiflipaputungan.wordpress.com/2010  

Wan Fahrul Rozikin