Dalam teori identitas sosial, seorang
individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya. Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari. Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
secara sosial dapat didefinisikan (Verkuyten, 2005).
Dalam
hal identitas, Identitas itu ada yang terberi, tetapi ada juga yang memang
berasal dari proses pencarian. Identitas yang terberi cantohnya saja dalam hal
identitas laki-laki dan perempuan. Identitas andi sebagai laki-laki adalah
identitas yang sudah terberi sejak lahir, mau tidak mau dia harus menerima itu.
Namun demikian, dengan kemajuan teknologi yang ada, identitas yang terberipun
bisa diganti dengan identitas yang kita inginkan, misalnya saja yang tadinya
andi memiliki identitas laki-laki, namun dia memutuskan untuk merubah alat
kelaminnya menjadi perempuan, sehingga identitas andi sekarang adalah
perempuan. Penjelasan tersebut sekedar memberikan contoh saja kalau terkadang
kitapun tak berhak memilih identitas kita sendiri. Karena manusia sebagai
individu tidak bisa melepas keberadaannya dalam masyarakat maka status
identitas kita pun bisa saja datang dari orang lain. Ini bisa timbul karena
ketika identitas terlahir, lahir pulalah perbedaan yang juga berupaya memberi
identitas kepada orang di luar dirinya.
Selain beruasaha untuk mengenal identitas sendiri,
manusia pun berusaha untuk memberikan identitas pada orang lain. Sebuah identitas hadir karena manusia butuh
untuk mengkategorisasikan sesuatu. Dengan begitu, identitas sosial juga
melibatkan pula ketegori dan menetapkan seseorang ke dalam struktur sosial atau
wilayah sosial tertentu yang besar dan lebih lama ketimbang situasi partikular
lainnya.
Jelas saja kategorisasi dan penetapan terhadap
posisi seseorang sangatlah dibutuhkan, kalau tidak, bagaimana dia bisa
membedakan yang satu dengan yang lainnya. Ketika kategorisasi terbentuk,
perbedaan tentunya tidak dapat dihindari (Tajfel, 1972). Identitas
sosial menjadi relevan ketika satu dari kategori melibatkan juga satu diri yang
ikut berpartisipasi terhadap dorongan pada diri lain yang berasal dari kelompok
yang sama (Abrams & Hoggs, 1990). Misalnya saja dorongan semangat
untuk atlit olahraga yang berasal dari daerah yang sama. Dorongan pemberian
semangat tersebut terjadi karena sang atlit membela kelompok yang mereka miliki
bersama.
Normalnya, suatu identitas sosial biasanya lebih
menghasilkan perasaan yang positif. Hal tersebut terjadi karena kita
menggambarkan kelompok sendiri di identifikasikan memiliki norma yang baik.
Identitas sosial yang melekat pada seseorang merupakan identitas posistif yang
ingin dipertahankan olehnya. Oleh karena itu, individu yang memiliki identitas
sosial positif, maka baik wacana maupun tindakannya akan sejalan dengan norma
kelompoknya. Dan, jika memang individu tersebut diidentifikasikan dalam suatu
kelompok, maka wacana dan tindakannya harus sesuai dengan wacana dan tindakan
kelompoknya.
Konsep identitas sosial sebenarnya berangkat dari
asumsi umum:
1.
Setiap
individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-esteemnya: mereka berusaha
untuk membentuk konsep diri yang positif.
2.
Kelompok
atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi terhadap konotasi
nilai positif atau negatif. Karenanya, identitas sosial mungkin positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial, bahkan pada
lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi pada identitas
sosial individu.
3.
Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha
mengdeterminasikan dan juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara
spesifik melalui perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau
karakteristik (Tajfel, 1974, dalam Hogg & Abrams, 2000)
Dari asumsi di atas tersebut, beberapa relasi
prinsip teori dapat menghasilkan:
1.
Individu
berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang positif
2.
Identitas
sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat perbandingan favorit in-group-out-group;
in-group pasti mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3.
ketika
identitas sosial tidak memuaskan, individu akan berusaha keluar dari kelompok,
lalu bergabung pada kelompok yang lebih posisitif atau membuat kelompok mereka
lebih bersifat positif.
Identitas sosial sebagai teori tidak bisa lepas
dari keinginan individu untuk memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan
yang lain. Perbandingan sosial digambarkan oleh Festinger (1954)
sebagai teori di mana bisa membimbing kita untuk membandingkan diri kita dengan
yang lain, siapa yang serupa dengan kita dan siapa yang berbeda, siapa yang
berada di atas dan siapa yang berada di bawah. Setidaknya ada tiga variabel
yang mempengaruhi hubungan pembedaan antar kelompok dalam situasi sosial yang
nyata (Tajfel, 1974; Turner, 1975; dalam Hogg & Abrams, 2000). Pertama,
individu pasti memiliki internalisasi kelompok mereka sebagai konsep diri
mereka: secara subjektif mereka pasti menidentifikasikan kelompok yang relevan.
Hal ini tidak cukup dari orang lain saja yang mengidentifikasikan seseorang
kalau dari kelompok mana dia berasal. Kedua, situasi sosial akan
menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan terjadinya seleksi dan
evaluasi atribut relasi yang relevan. Perbedaan kelompok pada tiap-tiap daerah
tidak sama secara sikinifikan. Misalnya saja, di Amerika perbedaan kelompok
lebih cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit, tapi perbedaan warna kulit
bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong. Ketiga, in-group
tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-group:
out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan baik dalam kesamaan, kedekatan, dan secara situasional menonjol.
Kemudian, Determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan
terhadap determinasi in-group.
Menurut Sarben & Allen (1968),
identitas sosial juga berfungsi sebagai pengacu keberadaan posisi seseorang
berada di mana dia. Berada di tingkatan mana kita berada, posisi seperti apa
saja yang keberadaannya sama dengan kita dan mana juga yang berbeda. Teori
identitas sosial melihat bahwa suatu identitas sosial selalu mengklarifikasikan
dirinya melalui perbandingan, tapi secara umumnya, perbandigannya adalah antara
in-groups dan out-groups. In-groups biasanya secara
stereotype positif sifatnya, selalu lebih baik dibandingkan out-groups.
0 komentar:
Posting Komentar