About

budaya

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 21 Mei 2013

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN ISLAM


A.    Pengertian pengembangan kepribadian islam
Pengunaan istilah “pengembangan” pada awalnya dibedakan dengan istilah “penyembuhan” atau “terapi,” sebab istilah pengembangan digunakan untuk individu yang sehat, sedangkan istilah penyembuhan atau terapi digunakan untuk individu yang sakit. Namun, akhir akhir ini, keduanya digunakan untuk arti yang sama, karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin memaksimalkan daya-daya insani agar mampu realisasi dan aktualisasi diri yang baik. Menurut Carl Gustav Jung, psikoterapi telah melampaui asal usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang yang sakit.
Dengan latar belakang diatas, maka yang dimaksud dengan pengembagan kepribadian islam disini adalah “usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insane, agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup didunia maupun diakhirat.” Ddefenisi tersebut mengandung arti bahwa dengan metode pengembangan kepribadian islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka yang sakit dan menjadi pendorong bagi mereka yang sehat.
Pengembangan kepribadian islam dapat ditempuh dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan konten (materi) dan kedua pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian prilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa dalam setiap rentang kehidupan, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diperankan menurut rentang usia. Peran pada masa kanak-kanak tidak akan sama dengan peran orang dewasa. Tanpa memerankan tugas-tugas perkembangan dengan baik, maka perkembangan individu itu dinilai abnormal.  Maksud tugas-tugas perkembangan pada pendekatan kedua ini mengacu pada paradigma bagaimana seharusnya bukan apa adanya. Sebagai sontoh, tugas-tugas perkembangan masa puber bukan “mencari hubungan baru dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita” sebagai mana yang diteorikan dalam psikologi perkembangan barat, tetapi lebih mengarah pada tugas-tugas sebagai seorang mukallaf (yang terkena beban agama), karena masa puber ini adalah masa yang dikenai hukuman


B.     Pengembangan kepribadian islam menurut pendekatan konten
Kiat-kiat pengembangan kepribadian islam menurut pendekatan konten, dapat ditempuh melalui tiga tahap.
1.      Tahapan permulaan (al-bidayah)
Pada tahapan ini fitrah manusia merasa rindu kepada khaliknya.  Ia sadar bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir (al-hijab) yang menghalangi interaksi dan komunikasinya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut. Karena itulah tahapan ini disebut juga tahapan takhalli, yang bearti mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yag kotor, maksiat, dan tercela (madmuzmah)
2.      Tahapan kesunguhan Dalam menempuh kebaikan (al-mujahadah).
Pada tahap ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, untuk kemudian dia berusaha secara sunguh-sunguh dengan cara mengisi diri dengan prilaku yang mulia, baik yang dimunculkan dari kepribadian mukmin, muslim maupun muhsin. Tahap ini disebut juga tahapan tahalli, yaitu upaya mengisi dan menghiasi dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan olah batin (riyadhat al-nafs), sebagai berikut :
1.      Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar ia dapat  melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan.
2.      Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap kekuatan jiwa dan pikiran dari prilaku maksiat, agar ia selalu dekat dengan Allah.
3.      Muhasabah, yaitu intropeksi, membuat perhitungan atau melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan apa yang diisyaratkan sebelumnya atau tidak.
4.      Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengalami kerugian.
5.      Mujahadah, yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh, sehingga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk main-main, apalagi melakukan prilaku yang buruk.
6.      Mu’ataqbah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya dengan cara (1) berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi; dan (2) melakukan prilaku positif untuk menutup prilaku negatif. Agar tidak zina maka ia harus nikah.
7.      Mukasyafah, yaitu membuka penghalang (hijab) atau tabir agar tersingkap ayat-ayat dan rahasia rahasia Allah.

3.      Tahapan merasakan (al-mudziqat).
Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekadar menjalankan printah khaliknya dan menjauhi larangannya, tetapi ia merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan bahkan bersamaan (ma’iyyah)dengan-nya. Tahapan ini disebut juga tajalli. Tajalli adalah menampakannya sifat-sifat Allah Swt. Pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dan tabir yang menghalangi menjadi sirna. Tahapan ketiga ini bagi pada sufi biasanya didahului oleh dua proses, yaitu /al-fana’ dan al-baqa’.
Sosok yang memiliki pengalaman puncak dalam kepribadian islam lebih dikenal dengan insan al-kamil (manusia paripurna). Ia tidak bersatu dengan alam seperti ungkapan maslow, tetapi bersatu dengan sifat-sifat atau asma’ Allah Swt. Sosok insan kamil sesungguhnya adalahh para nabi dan rasul Allah. Diantara mereka yang paling pilihan (musthafa) adalah nabi Muhammad Saw. Oleh karena predikat ini maka Allah dalam Alqur’an memujinya sebagai sosok yang berkepribadian agung (QS Al-Qalam:4), karena dalam dirinya tercermin nilai-nilai Alqur’an yang perlu ditauladani (uswah hasanah) oleh pengikutnya.

C.    Pengembangan kepribadian islam menurut rentang kehidupan
Untuk menjelaskan upaya-upaya pengembangan kepribadian, hanya dipilih fase kehidupan dunia dari tiga fase besar yang ada. Pemilihan itu karena hanya pada fase ini ikthtiyar dan usaha manusia dapat dilakukan.

Pertama, fase pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia sebelum masa pembuahan seperma dan ovum. Asumsi adanya fase ini adalah (1) dalam Al-qur’an dan al-sunnah, seseorang dianjurkan dan bahkan diwajibkan menikah untuk kelestarian keturunan. Kelestarian keturunan ini menjadi bagian dari pertumbuhan dan perkembangan manusia; (2) ruh manusia telah tercipta sebelum jasad tercipta. Ruh yang suci menghendaki tempat yang suci pula. Dalam konteks ini kesucian jasad dapat diperoleh melalui pernikahan.

Kedua, fase pra-natal, yaitu fase perkembagan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Secara fisik, fase ini dibagi empat, yaitu : (1) fase nuthafah (zigot) yang dimulai sejak pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan; (2) fase ‘alaqah (embrio) selama 40 hari; (3) fase mudhaqah (janin) selama 40 hari; dan (4) fase peniupan ruh kedalam janin setelah genap empat bulan, yang mana janin manusia telah terbentuk secara baik, kemudian ditentukan hokum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan prilaku (seperti sifat, karakter, dan bakat), kekayaan batas usia, dan bahagia-celakanya.
Ketiga, fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini yang dilakukan oleh orang tua adalah:
1.      Membacakan azan ditelinga kanan dan membacakan iqamah ditelingga kiri anak yang baru dilahirkan (HR. al-turmudzi).
2.      Memotong akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.
3.      Memberi nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis mengingatkan atau berkolerasi dengan prilaku yang baik.
4.      Membiasakan hidup bersih, suci, dan sehat.
5.      Member ASI sammpai usia dua tahun. ASI selain memiliki komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, juga menambah keakraban, kehangatan, dan kasih sayang sang ibu dengan bayinya.
Keempat, fase kanak-kanak (al-thifl), yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Dalam kamus lisan arab, kata thifl memiliki makna yang sama dengan shabi, yaitu mulai masa neo-natus sampai pada masa pulusi mimpi basah.
Kelima, fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruknya, yang benar dan yang salah. Fase ini dimulai usia sekitar tujuh tahun sampai usia 12 atau13 tahu.
Keenam, fase balligh, yaitu fase dimana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Menurut al-taftazani, fase ini diangap dimana sebagai fase yang mana individu mampu bertindak menjalankan hukum baik yang terikat dengan larangan maupun printah. Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam rentang kehidupan manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri dalam memenuhi perjanjian yang pernah diucapkan dialam pra kehidupan dunia. Secara psikologis fase ini ditandai dengan kemampuan seseorang dalam memahami suatu beban taklif, baik menyangkut dasar kewajiban, jenis kewajiban , dan prosedur atau cara pelaksanaannya. Kemampuan ‘memahami’ menunjukkan adanya kematangan akal pikiran, yang mana hal itu menandakan kesadaran seseorang dalam berprilaku, sehingga ia pantas diberi taklif.
Ketujuh, fase azm al-‘umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan kebijakan Dimana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Al-Ghazali menyebut fase ini sebagai fase awliya wa anbiya, yaitu fase dimana prilaku manusia dituntut  seperti prilaku yang diperankan oleh kekasih dan nabi Allah. Fase ini dimulai usia 40 sampai meninggal dunia.
Pada fasse ini, seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan potensinya, bahkan kesadarannya menurun atau bahkan menghilang. Kondisi ini disebabkan karena menuanya syaraf-syarah atau organ-organ tubuh lainnya, sehingga menjadikan kepikunan. Karena demikian kondisi kesadarannya sehingga ia terbebas dari segala tuntutan hukum agama, seprti sholat, puasa, atau ibadah yang lainnya. Nabi Saw, mengajarkan agar seseorang tidak hanya meminta umur yang panjang kepada Allah Swt, tetapi yang terpinting adalah bagaimana mempergunakan umur itu yang diberikan oleh Allah itu sebaik-baiknya.
Kedelapan, fase menjelang kematian, yaitu fase dimana nyawa akan hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya ruh dari jasad manusia yang merupakan akhir dari kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang dikarenakan batas kehidupan ajal telah tiba, sehingga tanpa sebab apapun jika ajal ini telah tiba maka maka manusia mengalami kematian (QS Al-A’raf [7]:34, yuunus [10]:49, Al-Nahl[16]:16.
Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah (1) memberikan wasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian utang, mewakafkan sebagian hartanya untuk keperluan agama, dan sebagainya. (2) tidak mengingatkan apa pun kecuali berzikir kepada Allah Swt (3) mendengarkan secara seksama talqin yang dibacakan oleh keluarganya kemudian menirukannya. (4) bagi orang yang hidup maka diwajibkannya untuk memandikan, member kain kafan, menyalati, dan mengubur jasad mayat 


A.    Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengembangan kepribadian islam disini adalah dimana “usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya, agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup didunia maupun diakhirat”. Dan dengan metode pengembangan kepribadian islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka yang sakit dan menjadi daya pendorong bagi mereka yang sehat. Bagi mereka yang memiliki tipologi kepribadian amarah dapat beranjak menuju kekepribadian lawammah; dari kepribadian lawwamah dapat menuju muthamainnah; dan dari kepribadian muthamainanah taraf minimal dapat menuju pada taraf maksimal atau dari pendekatan kuantitas menuju pada pendekatan kualitas.


B.     Kritik dan Saran
Dalam makalah ini kami berharap semoga makalah yang kami susun ini bermamfaat dan dapat digunakan. Sekiranya terdapat ada kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini kami mohon maaf. Dan semoga pembaca dapat member kritik dan saran supaya kedepannya akan dapat lebih baik lagi.




Daftar Pustaka

Mujib, abdul. 2006. Kepribadian dalam psikologi islam. Jakarta: PT RajaGrafindo persada.
http//delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/kepribadian menurut filsfaf islam.
www.kiflipaputungan.wordpress.com/2010  

KEPRIBADIAN BENCI



Penjelasan Biologis mengenai Benci
Sejumlah perspektif kepribadian memandang agresi beserta menifestasi internalnya sebagai sisi kemanusian yang memiliki predisposisi yang bersifat alamiah artinya secara biologis kita memiliki predisposisi yang bersifat bawaan genetis untuk membenci. Berbagai pandangan psikoanalitik dan neo‑litik merupakan bagian dari tradisi ini, namun pandangan-pandangan ini telah dilampaui oleh teori biologi yang lebih modern. Mungkin perspektif yang paling berpengaruh sekarang adalah perspektif etologis, inilah yang akan kita bahas

Penjelasan Etoogis
Para etolog melakukan studi mengenai prilaku hewan dalam lingkungan alamiah dan membuat sejumlah kesimppulan meengenai fungsi prilaku yang ada untuk menjaga kelangsungan hidup. Etolog Konrad Lorenz (1967) dan Eibl – Eibesfeldt (1971,1979) menyatakan bahwa agresi merupakan produk dari proses evolusioner yang bersifat adaptif. Menurut pendapat ini kebencian bersifat terberi karena agresi bersifat adaptif bagi evolusi spesies kita. Para teoritis etologi ini juga menyatakan bahwa berbagai tedensi agresif alamiah dapat saja terdistorsi dan kadangkala diekspresikan secara tidak tepat.
Orientasi teoritis ini membantu kita untuk memahami mengapa seseorang memiliki kapasitas yang mengakar cukup dalam untuk bertindak agresif, selain itu berbagai solusi etologis terhadap agresi sering kali terbukti tidak efektif. Sebagai contoh, Lorenz menyatakan bahwa olahraga yang terorganisircukup aman, artinya cukup aman untuk melepaskan tedensi agresivitas yang ada. Akhirnya, penjelasan etologis umumnya memberikan kesan bahwa agresi tidak dapat dihindari : jika hal itu terkait dengan gen kita, maka hal itu tidak dapat dihentikan (Silverberg & Gray, 1992; Stoff & Crains, 1996).

Gangguan Otak
Penjelasan Biologis lainnya mengenai individu yang secara khusus memiliki kepribadian agresif dan penuh kebencian melibatkan gangguan structural dan gangguan otak yang disebabkan oleh obat. Berdasarkan sejumlah eksperimen yang dilakukan di dalam laboratorium hewan diketahui bahwa stimulasi terhadap sejumlah pusat di otak dapat menghasilkan kemarahan yang intens dan tak kunjung padam (Adams dkk., 1993). Memang, beberapa orang yang terbukti memiliki kecendrungan untuk marah dan menaruh kebencian yang hebat ditemukan memiliki struktur otak yang abnormal serta cedera pada dan dekat hipotalamusdan amigdala.

Pendekatan Psikoanalitik mengenai Benci
Freud membuat dalil mengenai eksistensi insting atau dorongan agresif. Pada kenyataan, ia berteori bahwa semua manusia memiliki insting kematian : Thanatos yang merupakan dorongan yang terarah pada kematian dan prolaku merusak diri (self-destructive), meskipun demikian prilaku merusak diri tidak diterima dalam masyarakat modern (Weigner, 1996). Seperti halnya Implus – implus yang tidak diterima secara social, energy iini haruslah dilepaskan atau disalurkan dengan cara – cara yag secara social tepat
Salah satu mekanisme yang dilibatkan dapat berupa memproyeksikan implus-implus kematian ke objek yang dibenci – yakni, dengan mengantribusikan kebencian kepada orang lain. Dengan demikian, teori Freudian dapat menghasilkan suatu prediksi bahwa sikap dictator yang mengkambinghitamkan orang-orang dari kelompok “luar”(yang dipersalahkan menjadi penyakit dalam masyarakat) disebabkan oleh masalah-masalahnya sendiri dan merupakan konsekuensi dari penggunaan sejumlah mekanisme pertahanannya. Pada kenyataannya, sebua studi yang menelaah mekanisme pertahanan dari individu yang kejam menemukan bahwa mereka lebih banyak menggunakan proyeksi sebagai mekanisme pertahanan dan bahwa penggunaan displacement”membedakan antara individu-individu yang kejam dengan yang tidak tepat (Apter dkk., 1989)
Dalam terminology psikiatri modern, banyak dari orang–orang yang penuh kepribadian ini, termasuk para pembunuh berantai, didiagnosis memiliki gangguan kepribadian antisossial (Meyer, dkk., 1998) (orang semacam ini disebut juga psikopat).
Pandangan Neo-Analitik mengenai benci
Ketika menjelaskan mengenai agresi, para teoritis neo-analitik melangkah maju melampau deskripsi Freud mengenai insting kematian yang sifatnya terberi. Jung berhipotesis mengenai sejumlah elemen yang umum disemua kepribadian manusia – arketip – salah satu arketip khusus yang disebutr dengan shadow, adalah tempat insting-insting hewan dann primitive berada. Dengan demikian, menurut Jung, ekspresi shadow yang tidak sesuai dan tidak terkontrol dapat mengakibatkan kebencian dan agresi yang amat kuat.
Alfred Adler dan Karen Horney juga berkeyakinan (seperti halnya Freud dan Jung) bahwa kepribadian yang bermusuhan dan penuh kebencian berkembang pada masa kanak-kanak, namun para ahli neo-analitik ini tidak menyatakan bahwa kepribadian seperti itu ditimbulkan secara langsung dari insting atau dorongan biologis. (hal ini sesuai denganpeneka neo-analitik terhadap peran masyarakat). Karen Horney yang juga memandang masa kanak-kanak sebagai suatu masa kehidupan dimana seseorang individu dapat menjadi penuh dengan kebencian , menyatakan bahwa kanak-kanak harus merasa aman ketika kanak-kanak agar dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Perspektif neo-psikoanalitik menjabarkan penjelasan yang bersifat biologis maupun non-biologis. Para neo-analtik melihat kebencian muncul dari penyaluran dorongan-dorongan secara tidak tepat dan dari kegagalan untuk menyelesaikan berbagai konflik kanak-kanak. Meskipun insting-insting yang kuat ada, agresi bukanlah sesuatu yang tidak terelakan namun merupakan akibat dari pengasuhan yang keliru dan lingkungan social yang tidak stabil.

Kebecian dan Otoritarianisme : Erich Fromm
Fromm menekankan iklim social seperti halnya sejarah pribadi individual sebagai sumber kemarahan dan kebencian. Fromm berteori bahwa individu merasa lebih sendiri dan terisolasi seiring dengan kemajuan peradaban dan seiring dengan kemajuan peradaban dan seiring dengan meningkatnya kebebasan individual yang diperoleh orang-orang.
Karakteristik yang authoritarian yaitu sering kali gemar bertindak kejam untuk mendesakkan kekuasaannya terhadap orang lain, menganiaya mereka, dan merampas milik mereka, menurut Fromm karakteristik kepribadian ini diakibatkan oleh suatu relasi tertentu yang negative terhadap orang tuanya. Dengan demikian, Fromm memadukan detrminasi biologis dan nonbiologis dari kebencian ia menerima bahwa kita memiliki sebuah warisan biologis yang menghasilkan kapasitas untuk melakukan kekerasan dan ia menerima bahwa secara tidak tepat dari dorongan-dorongan ketika kanak-kanak dapat menciptakan berbagai masalah sepanjang hidup namun ia meletakkan kesalahan terbesar pada kegagalan menemukan makna didalam sebuuah masyarakat yang kosong. Dan dengan demikian ia menggabungkan elemen-elemen dari pandangan eksistensial dan humanistic dalam memandang kebencian.

Pendekatan humanistic mengenai kebencian
Dalam mengkaji kebencian, para psikolog humanistic memiliki sudut pandang yang hampir berlawanan dengan pendekatan biologis. Bertentangan dengan para etologis, para teoris humanistic menekankan berbagai hal yang membedakan manusia dengan hewan. Mereka menggaris bawahi pentingnya moralitas, keaddilan, komitmen yang melibatkan pemikiran yang kompleks dan kesadaran diri. Dan juga berbeda dengan para psikoanalisa dan neo-analisis, para psikolog humanistic lebih banyak berfokus pada individu-individu yang matang dan mencapai aktualitas diri disbanding berfokus pada individu yang penuh kebencian yang banyak sekali jumlahnya.mereka lebih melihat aspek-aspek yang mengarah pada sisi posotif, dari pada apa yang keliru dalam pengasuhan. Meskipun demikian, penjelasan humanistic mengenai kebencian individu dapat diturunkan dari teori-teorinya.
Psikologi humanistic Carl Rogers berkeyakinan bahwa emosi negative berasal dari kurangnya penghargaan positif dalam kehidupan individu, khususnya yang diberikan oleh orang tua selama masa kanak-kanak. Rogers berfokus kepada kebutuhan individual untuk memperoleh penghargaan tanpa syarat, penerimaan dan cinta dari orang lain, khususnya dari ibu. Rogers percaya bahwa semua orang – tidak peduli bagaimanapun lingkungannya –dapat melepaskan tedensi-tedensi internal kea rah yang positif.
Abraham Maslow memperlihatkan bahwa berbagai ketakutan dan keraguan kita mengenai diri kita sendiri berakar dari ketidakmatangan dan kebencian . ia berfokus pada berbagai kebutuhan akan keamanan yang tidak terpenuhi sebagai penyebab terjadinya orang dewasa yang neurotic.

Kebencian sebagai suatu Trait
Golden Allport menjelaskan cardinal trait sebagai karakteristik kepribadian yang terdapat dimana-mana, sangat mempengaruhi kepribadian individual dan mendominasi berbagai tindakannya sehari-hari. Bagi para teoris trait, trait-trait seperti agresi merupakan bagian dari organisasi dinamik kepribadian, bagian-bagian kepribadian yang mengguring individu untuk bertindak dengan cara tertentu.
Pendekatan kognitif terhadap benci
Menurut pandangan ini, kebencian dan agresi tergantung pada bagaimana cara kita belajar  menjelaskan dunia. George Kelly sebagai contoh, melihat pemahaman personal mengenai orang lain. Ia menemukan bahwa beberapa orang tidak membuat benyak perbedaan diantara orang lain -  mereka cenderung lebih melihat orang lain sebagai sama satu sama lain. Orang yang lebih Otoritan seperti ini, memperlihatkan apa yang oleh Kelly disebut cognitive simplicity. Hal ini memungkinkan seseorang menganggap seluruh kelompok orang sebagai “musuh-musuhnya”.
Kelly juga menambahkan bahwa permusuhan dapat muncul jika pemahaman individu mengenai orang lain tidak didukung oleh pengalaman. Orang yang dapat menyesuaikan diri secara baik, mengevaluasi orang lain secara realistis dan mengubah konsep-konsep mereka jika ada bukti yang mengindikasikan bahwa mereka tidak benar; sementara orang yang mengalami masalah penyesuaian diri tidak demikian. Meskipun demikian, orang yang bermusuhan mencoba untuk memaksa orang lain agar menyesuaikan pemahaman mereka, ketimbang mengubah interprestasi mereka mengenai realistas.
Berbagai distorsi mengenai makna dari interaksi social ini berawal  pada usia dini. Praremaja dan remaja awal cendrung memandang permusuhan dalam berbagai aspek keterlibatan social mereka (Lochman & Dodge, 1994). Oleh karena itu, menurut model kognitif, permusuhan dan kebencian yang ekstrim menghasilkan kesalahpahaman individu terhadap situas, sering kali mendistribusikan niat-niat yang bersifat dengki terhadap kejadian dan orang-orang yang sebenarnya tidak berbahaya.
Teori Belajar: Kebencian sebagai Perilaku yang dipelajari
Teori belajar klasik menyatakan bahwa emosi-emosi yang penuh kebencian merupakan respons-respons yang terkondisi, sementara teori belajar operant menekankan peran dari penguatan dan hukuman dalam membentuk agresivitas yang dipelajari. Teori belajar social menggabungkan dengan menyatakan bahwa perilaku benci merupakan hasil dari modeling, observasi, imitasi, dan vicariously reinforced (sangat dibesar-besarkan).

Perbedaan Budaya yang Terkait Kebencian
Para ahli antropologi memberikan cukup banyak bukti bahwa rata-rata terdapat begitu banyak perbedaan diantara masyarakat (yang dapat diterimadalam budaya) dalam hal permusuhan (Goldstein & Segal 1963). Beberapa masyarakat tergolong bersifat sangat agresif, sedangkan yang lain hanya memperlihatkan sedikit permusuhan dalam relasi antar personal. Rupanya, ada sesuatu dalam tatanan social yang terkait fakta ini.






Daftar Pustaka
Howard S. Friedman.2006.Kepribadian : Teori Klasik dan Riset Modern.Jakarta : Erlangga
Boeree,C. George. 2008.General Psychology.Jogjakarta : Ar-ruzz Media Group.
Carol Travis & Carol Wade.2007.Psikologi. Jakarta : Erlangga.

Wan Fahrul Rozikin