About

budaya

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 05 Agustus 2011

Tatakrama dan budi pekerti

Dalam perbincangan sehari-hari pun masih rancu pengertian antara tatakrama dengan budi pekerti. Tidak jarang tatakrama disamakan saja artinya dengan budi pekerti. Padahal bila dilihat dari padanan kata yang membentuknya, antara tatakrama dan budi pekerti tampak berbeda. Namun pemakaiannya dalam kalimat dan dalam pembicaraan sehari-hari, pengertian dua patah kata majemuk itu tidak berbeda, paling tidak, antara keduanya tidak dibedakan dalam pemakaiannya. Bahkan dalam pemaknaannya pun, tatakrama dan budi pekerti acapkali disamakan saja. 
Dalam kamus umum bahasa Indonesia (KUBI), tatakrama artinya ‘adat sopan santun, basa basi’. Sedangkan budi pekerti artinya ‘perangai, akhlak, watak’. Dari dua patah kata majemuk itu dapatlah diraba bahwa makna keduanya tidak sama benar. Tatakrama cenderung mengandung arti sesuatu yang kasat mata, sesuatu yang tampak secara lahiriah. Sedangkan budi pekerti cendrung mengandung arti sesuatu yang tidak kasat mata, sesuatu yang bersifat abstrak. Namun keduanya menyatakan hal yang sama, yaitu mengenai perilaku manusia yang tersurat maupun tersirat. Tatakrama dan budi pekerti bagaikan dua sisi mata uang, satu dengan yang lainnya berbeda bentuknya, namun porsinya sama dan tak dapat dipisah pisahkan. Adapula yang menyamakan tatakrama dengan adab dan sopan-santun.
Secara etimologis, kata majemuk tatakrama terdiri dari kata tata dan krama. Tata artinya aturan-aturan mengenai bebagai hal. Dalam KUBI, tata artinya ‘aturan, peraturan dan susunan, dapat juga berati, sistem’. Sedangkan krama berasal dari bahasa jawa yang berarti ‘alus atau halus’. Jadi tatakrama  adalah aturan-aturan atau peraturan berprilaku yang halus, yang sopan dan santun, yang sesuai dengan tuntunan moral.
Budi pekerti berasal dari perkataan budi dan pekerti. Budi berati nalar, pikiran atau watak. Sedang pekerti artinya watak tabiat atau akhlak. Jadi budi pekerti bearti tingkah laku, perangai, akhlak dan watak.
Menurut suwardi  Endraswara dalam bukunya Budi pekerti dalam budaya jawa, dalam bahasa Sanskerta, kata budi berasal dari kata buddh, yaitu kata kerja yang berarti sadar, bangun, bangkit (dalam hal kejiwaan). Budi adalah penyadar, pembangunan dan pembangkit. Budi adalah ide-ide. Sedangkan pekerti berasal dari akar kata kr,yang berarti bekerja, berkarya, berlaku, bertindak (dalam hal keragaan). Pekerti adalah pekerjaan, karya, laku; adalah tindakan-tindakan. Pekerti dengan kata dasar kerti berarti perbuatan atau membuat. Jadi, budi pekerti adalah kesadaran perbuatan atau tingkah laku seseorang.
Budi pekerti akan tampak pada raut wajah seseorang, watak, sikap, serta tindakan nyata (prilaku, pen.) seseorang. Wajah adalah gambaran hati nurani. Wajah kita akan menjadi cermin budi pekerti kita. Maksudnya, setiap yang tampak pada lahiriah, sebenarnya merupakan gambaran batin seseorang.
Budi adalah alat batin yang merupakan perbaduan akal, keinginan dan perasaan untuk menimbang hal-hal yang baik bdan buruk. Pekerti merupakan cerminan batin. Dengan demikian dapat dinyatakan, budi pekerti itu merupakan sikap dan prilaku (tingkah laku, termasuk ucapan-ucapan) yang dilandasi oleh kegiatan berpikir atau olah batin. Tentu saja yang dimaksud adalah proses berpikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik.
Dari uraian tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa antara tatakrama dan budi pekerti berada dalam bingkai makna yang sama, namun dalam pemakaiannya masih dapat dibedakan. Ibarat yang sesuai untuk membedakannya adalah bagai dua sisi mata uang; meskipun formatnya berbeda, tetapi nilainya sama, dan antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
Dalam pembicaraan sehari-hari tatakrama adalah senarai aturan atau peraturan, tertulis atau tidak tertulis, tentang bagaimana berprilaku halus atau santun. Pada masa-masa yang lalu tatakrama itu memanglah tidak dijabarkan secara tertulis. Tatakrama itu disampaikan atau diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan, turun temurun. Seiring melunturnya pengamalan aspek-aspek budaya Melayu lainnya, maka pengamalan tatakrama Melayu dikalangan warga komunitas Melayu semakin meluntur, bahkan banyak aspek-aspeknya yang sudah tidak diamalkan lagi, seperti pangko dikalangan suatu kalangan keluarga Melayu.
Untuk membedakan tatakrama dan budi pekerti dalam makna dasarnya, suwardi Endraswara mengatakan bahwa budi pekerti adalah roh tatakrama pergaulan. Jika tatakrama jauh dari nilai-nilai budi pekerti, rasanya tidak akan berarti apa-apa. Dengan demikian, tatakrama merupakan unsure penting yang tidak dapat dipisahkan dengan budi pekerti. Tatakrama boleh dikatakan sebagai tulang pungung penggerak budi pekerti.
Maka dari uraian ringkas diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tatakrama merupakan senarai aturan atau peraturan tentang berprilaku (termasuk tentang menggunakan akal, bersikap, baik lahir maupun bathin, dan berbicara) yang halus atau santun. Sedangkan budi pekerti adalah roh tatakrama itu,yaitu sikap batin orang yang mengamalkan tatakrama. Seseorang baru dapat dikatakan berbudi pekerti, bilaprilaku atau tindak-tanduknya sesuai dengan tatakrama. Dengan kata lain, orang yang mengetahui dan mengamalkan tatakrama dalam prilaku kesehariannya adalah orang yang berbudi pekerti.
 
 sumber :
UU. Hamidy. 2010. Jagad Melayu dalam litasan budaya di riau. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press.
Hasbullah.2010. islam dan tamadun melayu. Pekanbaru: yayasan Pusaka Sudarno Mahyudin, Marzukiar, Rasyid, Rustian Ismail, Djakfar, Azhar. 2006 “tatakram melayu”. Gurindam Press. Pekanbaru

Wan Fahrul Rozikin