Penjelasan Biologis mengenai Benci
Sejumlah perspektif kepribadian memandang agresi beserta
menifestasi internalnya sebagai sisi kemanusian yang memiliki predisposisi yang
bersifat alamiah artinya secara biologis kita memiliki predisposisi yang
bersifat bawaan genetis untuk membenci. Berbagai pandangan psikoanalitik dan
neo‑litik merupakan bagian dari tradisi ini, namun pandangan-pandangan ini
telah dilampaui oleh teori biologi yang lebih modern. Mungkin perspektif yang
paling berpengaruh sekarang adalah perspektif etologis, inilah yang akan kita
bahas
Penjelasan Etoogis
Para etolog melakukan studi mengenai prilaku hewan dalam
lingkungan alamiah dan membuat sejumlah kesimppulan meengenai fungsi prilaku
yang ada untuk menjaga kelangsungan hidup. Etolog Konrad Lorenz (1967) dan Eibl
– Eibesfeldt (1971,1979) menyatakan bahwa agresi merupakan produk dari proses
evolusioner yang bersifat adaptif. Menurut pendapat ini kebencian bersifat
terberi karena agresi bersifat adaptif bagi evolusi spesies kita. Para teoritis
etologi ini juga menyatakan bahwa berbagai tedensi agresif alamiah dapat saja
terdistorsi dan kadangkala diekspresikan secara tidak tepat.
Orientasi teoritis ini membantu kita untuk memahami mengapa
seseorang memiliki kapasitas yang mengakar cukup dalam untuk bertindak agresif,
selain itu berbagai solusi etologis terhadap agresi sering kali terbukti tidak
efektif. Sebagai contoh, Lorenz menyatakan bahwa olahraga yang
terorganisircukup aman, artinya cukup aman untuk melepaskan tedensi agresivitas
yang ada. Akhirnya, penjelasan etologis umumnya memberikan kesan bahwa agresi tidak
dapat dihindari : jika hal itu terkait dengan gen kita, maka hal itu tidak
dapat dihentikan (Silverberg & Gray, 1992; Stoff & Crains, 1996).
Gangguan Otak
Penjelasan Biologis lainnya mengenai individu yang secara khusus
memiliki kepribadian agresif dan penuh kebencian melibatkan gangguan structural
dan gangguan otak yang disebabkan oleh obat. Berdasarkan sejumlah eksperimen
yang dilakukan di dalam laboratorium hewan diketahui bahwa stimulasi terhadap
sejumlah pusat di otak dapat menghasilkan kemarahan yang intens dan tak kunjung
padam (Adams dkk., 1993). Memang, beberapa orang yang terbukti memiliki
kecendrungan untuk marah dan menaruh kebencian yang hebat ditemukan memiliki
struktur otak yang abnormal serta cedera pada dan dekat hipotalamusdan
amigdala.
Pendekatan Psikoanalitik mengenai Benci
Freud membuat dalil mengenai eksistensi insting atau dorongan
agresif. Pada kenyataan, ia berteori bahwa semua manusia memiliki insting
kematian : Thanatos yang merupakan
dorongan yang terarah pada kematian dan prolaku merusak diri
(self-destructive), meskipun demikian prilaku merusak diri tidak diterima dalam
masyarakat modern (Weigner, 1996). Seperti halnya Implus – implus yang tidak
diterima secara social, energy iini haruslah dilepaskan atau disalurkan dengan
cara – cara yag secara social tepat
Salah satu mekanisme yang dilibatkan dapat berupa memproyeksikan
implus-implus kematian ke objek yang dibenci – yakni, dengan mengantribusikan
kebencian kepada orang lain. Dengan demikian, teori Freudian dapat menghasilkan
suatu prediksi bahwa sikap dictator yang mengkambinghitamkan orang-orang dari
kelompok “luar”(yang dipersalahkan menjadi penyakit dalam masyarakat)
disebabkan oleh masalah-masalahnya sendiri dan merupakan konsekuensi dari
penggunaan sejumlah mekanisme pertahanannya. Pada kenyataannya, sebua studi
yang menelaah mekanisme pertahanan dari individu yang kejam menemukan bahwa
mereka lebih banyak menggunakan proyeksi sebagai mekanisme pertahanan dan bahwa
penggunaan displacement”membedakan
antara individu-individu yang kejam dengan yang tidak tepat (Apter dkk., 1989)
Dalam terminology psikiatri modern, banyak dari orang–orang yang
penuh kepribadian ini, termasuk para pembunuh berantai, didiagnosis memiliki
gangguan kepribadian antisossial (Meyer, dkk., 1998) (orang semacam ini disebut
juga psikopat).
Pandangan Neo-Analitik mengenai benci
Ketika menjelaskan mengenai agresi, para teoritis neo-analitik
melangkah maju melampau deskripsi Freud mengenai insting kematian yang sifatnya
terberi. Jung berhipotesis mengenai sejumlah elemen yang umum disemua
kepribadian manusia – arketip – salah satu arketip khusus yang disebutr dengan
shadow, adalah tempat insting-insting hewan dann primitive berada. Dengan
demikian, menurut Jung, ekspresi shadow yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
dapat mengakibatkan kebencian dan agresi yang amat kuat.
Alfred Adler dan Karen Horney juga berkeyakinan (seperti halnya
Freud dan Jung) bahwa kepribadian yang bermusuhan dan penuh kebencian
berkembang pada masa kanak-kanak, namun para ahli neo-analitik ini tidak
menyatakan bahwa kepribadian seperti itu ditimbulkan secara langsung dari
insting atau dorongan biologis. (hal ini sesuai denganpeneka neo-analitik
terhadap peran masyarakat). Karen Horney yang juga memandang masa kanak-kanak
sebagai suatu masa kehidupan dimana seseorang individu dapat menjadi penuh
dengan kebencian , menyatakan bahwa kanak-kanak harus merasa aman ketika kanak-kanak
agar dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Perspektif neo-psikoanalitik menjabarkan penjelasan yang
bersifat biologis maupun non-biologis. Para neo-analtik melihat kebencian
muncul dari penyaluran dorongan-dorongan secara tidak tepat dan dari kegagalan
untuk menyelesaikan berbagai konflik kanak-kanak. Meskipun insting-insting yang
kuat ada, agresi bukanlah sesuatu yang tidak terelakan namun merupakan akibat
dari pengasuhan yang keliru dan lingkungan social yang tidak stabil.
Kebecian dan Otoritarianisme : Erich Fromm
Fromm menekankan iklim social seperti halnya sejarah pribadi
individual sebagai sumber kemarahan dan kebencian. Fromm berteori bahwa
individu merasa lebih sendiri dan terisolasi seiring dengan kemajuan peradaban
dan seiring dengan kemajuan peradaban dan seiring dengan meningkatnya kebebasan
individual yang diperoleh orang-orang.
Karakteristik yang authoritarian yaitu sering kali gemar
bertindak kejam untuk mendesakkan kekuasaannya terhadap orang lain, menganiaya
mereka, dan merampas milik mereka, menurut Fromm karakteristik kepribadian ini
diakibatkan oleh suatu relasi tertentu yang negative terhadap orang tuanya.
Dengan demikian, Fromm memadukan detrminasi biologis dan nonbiologis dari
kebencian ia menerima bahwa kita memiliki sebuah warisan biologis yang
menghasilkan kapasitas untuk melakukan kekerasan dan ia menerima bahwa secara
tidak tepat dari dorongan-dorongan ketika kanak-kanak dapat menciptakan
berbagai masalah sepanjang hidup namun ia meletakkan kesalahan terbesar pada
kegagalan menemukan makna didalam sebuuah masyarakat yang kosong. Dan dengan
demikian ia menggabungkan elemen-elemen dari pandangan eksistensial dan
humanistic dalam memandang kebencian.
Pendekatan humanistic mengenai kebencian
Dalam mengkaji kebencian, para psikolog humanistic memiliki
sudut pandang yang hampir berlawanan dengan pendekatan biologis. Bertentangan
dengan para etologis, para teoris humanistic menekankan berbagai hal yang
membedakan manusia dengan hewan. Mereka menggaris bawahi pentingnya moralitas, keaddilan,
komitmen yang melibatkan pemikiran yang kompleks dan kesadaran diri. Dan juga
berbeda dengan para psikoanalisa dan neo-analisis, para psikolog humanistic
lebih banyak berfokus pada individu-individu yang matang dan mencapai
aktualitas diri disbanding berfokus pada individu yang penuh kebencian yang
banyak sekali jumlahnya.mereka lebih melihat aspek-aspek yang mengarah pada
sisi posotif, dari pada apa yang keliru dalam pengasuhan. Meskipun demikian,
penjelasan humanistic mengenai kebencian individu dapat diturunkan dari
teori-teorinya.
Psikologi humanistic Carl Rogers berkeyakinan bahwa emosi
negative berasal dari kurangnya penghargaan positif dalam kehidupan individu,
khususnya yang diberikan oleh orang tua selama masa kanak-kanak. Rogers
berfokus kepada kebutuhan individual untuk memperoleh penghargaan tanpa syarat,
penerimaan dan cinta dari orang lain, khususnya dari ibu. Rogers percaya bahwa
semua orang – tidak peduli bagaimanapun lingkungannya –dapat melepaskan
tedensi-tedensi internal kea rah yang positif.
Abraham Maslow memperlihatkan bahwa berbagai ketakutan dan
keraguan kita mengenai diri kita sendiri berakar dari ketidakmatangan dan
kebencian . ia berfokus pada berbagai kebutuhan akan keamanan yang tidak
terpenuhi sebagai penyebab terjadinya orang dewasa yang neurotic.
Kebencian sebagai suatu Trait
Golden Allport menjelaskan cardinal
trait sebagai karakteristik kepribadian yang terdapat dimana-mana, sangat
mempengaruhi kepribadian individual dan mendominasi berbagai tindakannya
sehari-hari. Bagi para teoris trait, trait-trait seperti agresi merupakan
bagian dari organisasi dinamik kepribadian, bagian-bagian kepribadian yang
mengguring individu untuk bertindak dengan cara tertentu.
Pendekatan kognitif terhadap benci
Menurut pandangan ini, kebencian dan agresi tergantung pada
bagaimana cara kita belajar menjelaskan
dunia. George Kelly sebagai contoh, melihat pemahaman personal mengenai orang
lain. Ia menemukan bahwa beberapa orang tidak membuat benyak perbedaan diantara
orang lain - mereka cenderung lebih
melihat orang lain sebagai sama satu sama lain. Orang yang lebih Otoritan
seperti ini, memperlihatkan apa yang oleh Kelly disebut cognitive simplicity. Hal ini memungkinkan seseorang menganggap
seluruh kelompok orang sebagai “musuh-musuhnya”.
Kelly juga menambahkan bahwa permusuhan dapat muncul jika
pemahaman individu mengenai orang lain tidak didukung oleh pengalaman. Orang
yang dapat menyesuaikan diri secara baik, mengevaluasi orang lain secara
realistis dan mengubah konsep-konsep mereka jika ada bukti yang mengindikasikan
bahwa mereka tidak benar; sementara orang yang mengalami masalah penyesuaian
diri tidak demikian. Meskipun demikian, orang yang bermusuhan mencoba untuk
memaksa orang lain agar menyesuaikan pemahaman mereka, ketimbang mengubah
interprestasi mereka mengenai realistas.
Berbagai distorsi mengenai makna dari interaksi social ini
berawal pada usia dini. Praremaja dan
remaja awal cendrung memandang permusuhan dalam berbagai aspek keterlibatan
social mereka (Lochman & Dodge, 1994). Oleh karena itu, menurut model
kognitif, permusuhan dan kebencian yang ekstrim menghasilkan kesalahpahaman
individu terhadap situas, sering kali mendistribusikan niat-niat yang bersifat
dengki terhadap kejadian dan orang-orang yang sebenarnya tidak berbahaya.
Teori Belajar: Kebencian sebagai Perilaku yang dipelajari
Teori belajar klasik menyatakan bahwa emosi-emosi yang penuh
kebencian merupakan respons-respons yang terkondisi, sementara teori belajar
operant menekankan peran dari penguatan dan hukuman dalam membentuk agresivitas
yang dipelajari. Teori belajar social menggabungkan dengan menyatakan bahwa
perilaku benci merupakan hasil dari modeling, observasi, imitasi, dan vicariously reinforced (sangat
dibesar-besarkan).
Perbedaan Budaya yang Terkait Kebencian
Para ahli antropologi memberikan cukup banyak bukti bahwa
rata-rata terdapat begitu banyak perbedaan diantara masyarakat (yang dapat
diterimadalam budaya) dalam hal permusuhan (Goldstein & Segal 1963).
Beberapa masyarakat tergolong bersifat sangat agresif, sedangkan yang lain
hanya memperlihatkan sedikit permusuhan dalam relasi antar personal. Rupanya,
ada sesuatu dalam tatanan social yang terkait fakta ini.
Daftar Pustaka
Howard S. Friedman.2006.Kepribadian : Teori Klasik dan Riset
Modern.Jakarta : Erlangga
Boeree,C. George. 2008.General Psychology.Jogjakarta : Ar-ruzz
Media Group.
Carol Travis & Carol Wade.2007.Psikologi. Jakarta :
Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar