About

budaya

Pages

Jumat, 03 Mei 2013

Kehilangan Musuh Bebuyutan


Klara dan dion. Dua nama itu seolah tak pernah lepas dari pembicaraan. Seluruh kelas SD Mustika tahu kalau Klara adalah bintang kelas. Otaknya encer, kepandaiannya diatas rata-rata teman sebayanya. Keberanianya dalam bicara, bertanya, bahkan sering merepotkan guru baru yang culun dan malu-malu.  Klara menguasai hampir semua bidang pelajaran. Dalam koor atau lomba vocal grup ia selalu terpilih sebagai penyanyi solo. Dalam bidang olahraga, klara memegang rekor renang gaya bebas untuk jarak pendek (50 meter) tingkat anak-anak wanita.
Dion…. Apalagi yang satu ini. Dionlah yang dua kali mencuri juara kelas klara sejak bersekolah dari kelas sampai sekarang kelas lima. Dion jugalah pemegang medali emas juara lomba matematika dan fisika selama tiga tahun berturut-turut, mengalahkan klara yang baru sekali memperoleh pringkat pertama. Dion tidak pandai menyanyi, tapi ia terpilih sebagai actor terbaik dalam dalam festival drama anak-anak. Dion tidak bisa berenang, tapi ia memegang rekor lari 100 meter untuk anak-anak se-kabupaten.
Klara dan Dion, keduanya menjadi kebangaan Sekolah SD Mustika. Pak Haman, kepala Sekolah, tak segan-segan memberikan beasiswa  untuk keduanya. Pun ketika keduanya tergolong mampu.
“saya bukan pilih kasih. Klara dan Dion terpilih mendapat bea siswa dari sekolah ini karena mereka berprestasi. Ini bagus untuk merangsang anak-anak yang lain berprestasi seperti klara dan dion, “kata Pak Harman dalam sebuah pidato upacara bendera pada hari senin beberapa tahun lalu, sayangnya harapan pak Haman sulit terwujud. Entah karena murid-murid yang lain tidak ;mampu mengejar prestasi Klara dan Dion, atau karena keduanya kelewat jenius untuk teman-temannya, yang jelas bea siswa yang dijanjikan itu hanya berhasil didapatkan oleh Klara dan Dion.
Klara dan Dion adalah musuh bebuyutan dalam artian sebenarnya. Mereka bersaing untuk segala hal. Suatu hari Klara pernah memasukkan sebotol tinta hitam dengan tutup terbuka dalam tas dion. Maka hitamlah semua catatan pelajaran Dion sampai tak terbaca.
“biar saja. Biar anak sok pintar itu tahu rasa! Bayangkan, ia selalu menjawab setiap pertanyaan Bu Guru, kasihan kan yang lain ngak kebagian !’’ kata kelara puas merasa berhasil siasat liciknya.
Suatu hari lainnya bangku Klara diberi lem kayu oleh Dion. Ketika tiba saatnya istirahat… KREK…. Rok Klara sobek dan Dion tertawa terpingkal-pingkal.
Hahaha, terimalah balasanku! Makanya jangan suka sirik!” Kata Dion mengejek.
Klara menangis. Lalu keduanya disidang pak Harman. Klara menceritakan kelakuan  Dion, Dion menceritakan penyebabnya.
“kalian ini selalu ada-ada saja. Tidak bisakah kalian berteman barang sebentar? “Tanya Pak Harman sambil geleng-geleng kepala.
Klara dan Dion juga ikut menggeleng.
Ah, anak-anak yang pandai memang selalu merepotkan, tapi biarlah, mungkin persaingan mereka yang membuat keduanya terpacu untuk menjadi yang terbaik, kata pak haman dalam hati.
Siang itu suasana kelas sangat sepi. Klara tidak cerewet seperti biasanya, dan dion… ia pindah sekolah mengikuti orang tuanya menetap di tempat kerja yang baru. Klara senang dengan kepindahan Dion, tapi hanya untuk tiga hari. Setelah itu, Klara justru kesepian ia kehilangan musuh bebuyutannya. Ia kehilangan lawan tanding untuk bersaing. Tanpa sadar Klara rindu pada Dion.

0 komentar:

Posting Komentar

Wan Fahrul Rozikin